Sebuah studi menyatakan, hewan dapat digunakan untuk memprediksi gempa bumi, karena spesies tertentu bisa merasakan perubahan kimia dalam air tanah sebelum aktivitas seismic.
Para ahli mulai menyelidiki teori tersebut setelah sekoloni kodok diamati meninggalkan kolam di L'Aquila, Italia pada 2009, beberapa hari sebelum terjadi bencana gempa bumi.
Hewan yang hidup di tanah atau sekitarnya, seperti kodok sangat sensitif terhadap perubahan dan kemungkinan melihat tanda-tanda akan terjadi gempa.
Para peneliti, dipimpin oleh Friedemann Freund dari NASA dan Rachel Grant dari Open University, UK berharap penemuan mereka akan menginsprasi ahli biologi dan geologi untuk bekerja sama dalam memperbaii prediksi gempa.
Meskipun ini bukan contoh pertama dari kegiatan hewan yang tidak biasa diamati sebelum gempa, kasus kodok L'Aquilla tersebut berbeda sehingga mereka dipelajari secara rinci. Grant, seorang ahli biologi memantau koloni kodok tersebut sebagai bagian dari proyek PhD-nya, beberapa hari sebelum bencana gempa di Italia.
"Sangat dramatis, 96 kodok pergi dan hampir tidak ada selama 3 hari. Setelah kejadian itu saya dihubungi NASA," ujarnya kepada BBC, seperti dilansir Telegraph, Jumat (2/12/11).
Para ilmuwan di badan antariksa AS telah mempelajari perubahan-perubahan kimia yang terjadi ketika batu diletakkan di bawah tekanan ekstrim dan mempertanyakan apakah mereka terkait dengan keberangkatan kodok.
Tes di laboratorium sejak awal menyatakan bahwa perubahan dalam kerak bumi, dapat secara langsung mempengaruhi kimia dalam kolam tempat kodok itu hidup dan berkembang biak.
Rantai kimia dari peristiwa dapat mempengaruhi bahan organik yang terlarut dalam air kolam, sehingga mengubah bahan organik menjadi zat berbahaya yang beracun untuk hewan air.
Grand mengatakan, "Ketika Anda memikirkan banyak hal yang terjadi pada batu-batu, akan menjadi aneh kalau hewan tidak terpengaruh."
"Setelah kita memahami bagaimana semua sinyal ini terhubung, lalu kita melihat 4 dari 5 sinyal menunjukkan arah yang sama maka kita bisa mengatakan 'oke', sesuatu akan terjadi," jelas Grant.
Temuan tim ini diterbitkan di International Journal of Environtmental Research and Public Helath.
Para ahli mulai menyelidiki teori tersebut setelah sekoloni kodok diamati meninggalkan kolam di L'Aquila, Italia pada 2009, beberapa hari sebelum terjadi bencana gempa bumi.
Hewan yang hidup di tanah atau sekitarnya, seperti kodok sangat sensitif terhadap perubahan dan kemungkinan melihat tanda-tanda akan terjadi gempa.
Para peneliti, dipimpin oleh Friedemann Freund dari NASA dan Rachel Grant dari Open University, UK berharap penemuan mereka akan menginsprasi ahli biologi dan geologi untuk bekerja sama dalam memperbaii prediksi gempa.
Meskipun ini bukan contoh pertama dari kegiatan hewan yang tidak biasa diamati sebelum gempa, kasus kodok L'Aquilla tersebut berbeda sehingga mereka dipelajari secara rinci. Grant, seorang ahli biologi memantau koloni kodok tersebut sebagai bagian dari proyek PhD-nya, beberapa hari sebelum bencana gempa di Italia.
"Sangat dramatis, 96 kodok pergi dan hampir tidak ada selama 3 hari. Setelah kejadian itu saya dihubungi NASA," ujarnya kepada BBC, seperti dilansir Telegraph, Jumat (2/12/11).
Para ilmuwan di badan antariksa AS telah mempelajari perubahan-perubahan kimia yang terjadi ketika batu diletakkan di bawah tekanan ekstrim dan mempertanyakan apakah mereka terkait dengan keberangkatan kodok.
Tes di laboratorium sejak awal menyatakan bahwa perubahan dalam kerak bumi, dapat secara langsung mempengaruhi kimia dalam kolam tempat kodok itu hidup dan berkembang biak.
Rantai kimia dari peristiwa dapat mempengaruhi bahan organik yang terlarut dalam air kolam, sehingga mengubah bahan organik menjadi zat berbahaya yang beracun untuk hewan air.
Grand mengatakan, "Ketika Anda memikirkan banyak hal yang terjadi pada batu-batu, akan menjadi aneh kalau hewan tidak terpengaruh."
"Setelah kita memahami bagaimana semua sinyal ini terhubung, lalu kita melihat 4 dari 5 sinyal menunjukkan arah yang sama maka kita bisa mengatakan 'oke', sesuatu akan terjadi," jelas Grant.
Temuan tim ini diterbitkan di International Journal of Environtmental Research and Public Helath.